Perlawanan Rakyat Aceh Terhadap Jepang
Saat Jepang mulai
mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh
pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha
mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai pada tahun 1940. Setelah beberapa
rencana pendaratan dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer
Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut
oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh
membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh. Awalnya Jepang
bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan
menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat
pun tidak segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan
Jepang. Namun ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh
khususnya kaum perempuan mulai dilakukan oleh personel tentara Jepang. Rakyat
Aceh yang beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah
matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan
akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di
seluruh daerah Aceh.
Perlawanan rakyat
Aceh terhadap pemerintah pendudukan militer Jepang di pimpin oleh Tengku Abdul
Djalil. Ia seorang guru mengaji di Cot Pileng, yang tidak mau tunduk dan patuh
pada Jepang. Pihak Jepang berusaha membujuknya agar berdamai tetapi usaha
Jepang ditolak. Akhirnya, pada 10 November 1942, tentara Jepang menyerbu Cot
Pileng. Saat serbuan Jepang ketika itu, rakyat sedang melaksanakan ibadah
shalat subuh. Dengan berbebakal persenjataan: Pedang, Kelewang, dan Rencong.
Rakyat dapat memukul mundur pasukan Jepang Lhokseumawe. Serangan kedua Jepang
juga berhasil dipukul mundur. Barulah pada serangan ketiga Jepang berhasil
menguasai Cot Pileng. Tengku Abdul Djalil dapat meloloskan diri, namun akhirnya
gugur tertembak saat melakukan shalat.
Copy from:
http://jodhycool20.blogspot.com/2013/10/perlawanan-rakyat-aceh-terhadap-jepang.html
Perlawanan Rakyat Singaparna terhadap
Pemerintahan Jepang
Dengan adanya
kependudukan militer Jepang di Indonesia ternyata telah menimbulkan perlawanan
dari rakyat Indonesia. Perlawanan kepada militer Jepang telah terjadi di
berbagai daerah di Indonesia. Adanya perlawanan rakyat terhadap pihak Jepang
disebabkan pemerintahan Jepang telah belaku sewenang- wenang.
Adapun salah satu
perlawanan rakyat Indonesia kepada pihak Jepang yaitu berasal dari Jawa Barat.
Perlawanan rakyat Jawa Barat khususnya rakyat Singaparna telah dipimpin oleh K.
H. Zainal Mustafa. K. H. Zainal Mustafa merupakan seorang pemimpin pesantren
Sukamnah di Singaparna, Tasikmalaya (Jawa Barat). Perihal yang melatarbelakangi
perlawanan rakyat di daerah Singaparna adalah karena pihak militer Jepang telah
memaksa masyarakat Singaparna untuk melakukan Seikeirei. Apakah Anda tahu apa
itu Seikeirei ? Yah, Seikeirei merupakan suatu upacara penghormatan kepada
kaisar Jepang yang telah dianggap dewa yaitu dengan cara membungkukan badan ke
arah timur laut atau Tokyo.
Pemaksaan Jepang
kepada rakyat Singaparna untuk melakukan upacara Seikeirei telah membuat
masyarakat geram, hal tersebut ditambah lagi dengan adanya larangan dari K. H.
Zainal Mustafa (pemimpin pondok pensantren) untuk masyarakat agar tidak
melakukan Seikeirei karena perbuatan tersebut sama saja perbuatan yang
mempersekutukan Tuhan. Oleh karena tersebut, K. H. Zainal Mustafa telah
melakukan upaya agar hal- hal yang tidak diinginkan tersebut dapat dihindari.
Adapun upaya yang
dilakukan oleh K. H. Zainal Mustafa untuk menghindari masyarakatnya dari
tindakan menyekutukan Tuhan tersebut yaitu dengan cara menyuruh santri- santrinya
untuk mempertebal keyakinannya atau keimannanya dan bahkan ia pun mengajarkan
bela diri silat.
Dengan melihat
upaya masyarakat untuk tetap menolak kebijakan Jepang tesebut, militer Jepang
pun mengambil tindakan tegas. Tindakan tegas yang dimakud adalah militer Jepang
telah mengirimkan pasukannya pada tanggal 25 Februari 1944 untuk menyerang
daerah Sukamnah dan untuk menangkap K. H. Zainal Mustafa. Karena serangan yang
mendadak yang telah dilakukan oleh militer Jepang , maka perang antara dua pihak
tersebut tidak dapat dihindarkan lagi. Namun, peperangan tersebut dimenangkan
oleh pihak Jepang. Hingga pada akhirnya, pihak Jepang berhasil menangkap rakyat
Singaparna dan mereka pun dimasukkan ke dalam tahanan di daerah Tasikmalaya dan
dipindahkan lagi ke Jakarta.
Kemudian untuk,
pemimpin pesantren, K. H. Zainal Mustafa telah dijatuhi hukan mati dan ia pun
dimakamkan di Ancol , tetapi sekarang makamnya telah dipindahkan ke daerah
Singaparna.
Kegagalan yang
diperoleh oleh rakyat Indonesia yang berada dibawah pimpinan K. H. Zaina
Mustafa tersebut dikarenakan minimnya senjata yang mereka gunakan, sedaangkan
untuk pihak Jepang, mereka telah menggunakan senjata- senjata yang lengkap dan
modern. Dengan hal tersebutlah, kekalahan pun tidak dapat dielakkan lagi oleh
rakyat Singaparna
Copy From:
http://www.sejarawan.com/173-perlawanan-rakyat-singaparna-terhadap-pemerintahan-jepang.html
Peristiwa
Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban
menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha
yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan.
Pemberontakan
ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang
Kabupaten Indramayu.
Pasukan
Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua wilayah (Lohbener dan
Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah mengetahi kekejaman
yang dilakukan pada setiap pemberontakan.
Copy
From:http://inemtukiem.blogspot.com/2011/11/perlawanan-rakyat-terhadap-jepang.html
Perlawanan rakyat di Tanah Besar, daratan
Irian (Papua)
Perlawanan ini dipimpin
oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Irian Jaya, terjadi hubungan kerja
sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat
mendapatkan modal senjata dari Sekutu.
Copyfrom:
http://fastrans22.blogspot.com/2014/08/perlawanan-bersenjata-yang-dilakukan.html
Perlawanan Pang Suma
Perlawanan rakyat
yang dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Barat. Pang Suma adalah
pemimpin suku Dayak
yang besar pengaruhnya di kalangan suku-suku di daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini
bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di Kalimantan.
Momentum
perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh
pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130 pekerja pada sebuah perusahaan kayu
Jepang. Kejadian ini kemudian memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai
puncak dalam sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang
Desa, dari April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang (Kab.
Sanggau).
Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma.
Copyfrom:
http://inemtukiem.blogspot.com/2011/11/perlawanan-rakyat-terhadap-jepang.html
Perlawanan PETA
di Blitar
(29 Februari 1945)
Perlawanan ini
dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini
disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang
dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat
para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para
pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia.
Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi
dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang),
pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira
PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco
Supriyadi berhasil meloloskan diri.
Copy from:
http://inemtukiem.blogspot.com/2011/11/perlawanan-rakyat-terhadap-jepang.html